Antologi Komik: Waktu



Judul : Antologi Komik: Waktu
Tahun Terbit : 2011
Format : Standar
Tebal : 219 halaman (hitam-putih/grayscale)
Ukuran : 15,5 x 23 cm
Cerita & Gambar : Hasmi, Banuarli Ambardi, Indiria Maharsi, Sungging, Dwi Jink Aspitono, Kelana, Mulyantoro, Ari Purna , Arieswenda, Handi Yawan, Damuh Bening, Ajon, Budi Pranowo
Gambar Cover : Hasmi
Harga : Rp. 40.000,-
Stok : Ada
Kontak : Chairul Agus Saptono - 0818269291



Sinopsis:

Komik ini berisi kumpulan komik bertema 'Waktu' karya beberapa komikus Indonesia.



Ulasan Pembaca:

Waktu, masa, era, zaman, adalah kata-kata yang saling berkaitan. Kata ini bisa menunjukkan sebuah kurun periode tertentu, sebuah durasi, dan seterusnya. Dalam pertandingan sepakbola, durasi sekian detik pada masa injury time bisa mengubah pecundang menjadi pahlawan, misalnya saja ketika kesebelasan Manchester United memenangi pertandingan melawan Bayern Muenchen untuk meraih Piala Champions. Atau dalam pertandingan tinju sebuah pukulan ‘lucky blow’ sanggup menjungkalkan lawan. Betapa, waktu yang begitu singkat, mampu mengubah keadaan.

Waktu juga bisa menunjuk, misalnya saja, pada sebuah era ketika tirani melanda sebuah negeri, sebelum ditumbangkan orde reformasi. Sebuah zaman kekelaman menjelang fajar keterbukaan tiba. Betapa banyak konfigurasi pikiran dibentangkan untuk menunjuk pada sebuah kata: waktu.

Dalam sebuah kisah fiksi, yang paling legendaris ketika merujuk pada kata waktu, ingatan akan terekam pada sebuah kendaraan bernama: mesin waktu. Kisah ini begitu populer dari masa ke masa, meski sudah berlalu puluhan tahun silam. The Time Machine karya HG Wells itu, bahkan kerap menjadi ilham penulisan kisah novel dan juga komik.

Tahun 1966, Jan Mintaraga pernah membuat komik berjudul Tamasya Antar Zaman, yang diilihami The Time Machine. Jan mengisahkan seorang ilmuwan yang berhasil menciptakan mesin waktu, kemudian berkelana ke zaman masa datang. Mesin waktu bisa juga menelusuri zaman yang lalu. Hasmi, dalam petualangan Gundala berjudul Operasi Goa Siluman, juga pernah membawa pendekar masa Mataram ke zaman Gundala, dengan menggunakan mesin waktu.

Dalam komik antologi Waktu, ingatan pada kepopuleran mesin waktu, rupanya juga mengilhami beberapa komikus yang berkontribusi pada komik ini. Perjalanan lintas waktu, ke masa depan atau ke masa lalu, rupanya masih menarik untuk digali.

Komikus senior Hasmi dalam karya berjudul Hantu Bercaping yang ditempatkan di bagian awal komik ini, mengisahkan momen perjalanan lintas masa. Terkisah seorang saksi kasus korupsi yang entah apa sebabnya, terkena racun mematikan. Dokter sudah menyerah. Jalan pengobatan alternatif ditempuh. Lewat orang pintar terkuak solusi, ia bisa disembuhkan hanya dengan daun duwalayu yang sudah punah. Daun ini punah di masa kebangkitan Kerajaan Majapahit. Maka, untuk mendapatkan daun ini, harus mengambil sendiri di masa lampau itu. Lewat ilmu merogoh sukma sang tokoh berhasil membawa daun duwalayu. Hasmi menggantikan mesin waktu dengan ilmu ngrogoh sukma. Begitulah, saksi kunci korupsi berhasil selamat. Berkat kesaksiannya, si koruptor divonis, meski ringan. Dengan bangunan tema lama, Hasmi menyentil persoalan korupsi.

Cerita kedua berjudul Menembus Lorong Waktu karya Banuarli Ambardi, sebuah kisah roman. Sang tokoh utama tiba-tiba saja menerima surat dari orang tak dikenal. Ternyata, si pengundang adalah diri sejati si tokoh itu di masa mendatang. Selanjutnya, Kelana dengan kisah Suatu Waktu di Negeri Saloka, lewat sebuah peristiwa kecelakaan, alam bawah sadar si tokoh sempat mengembara ke masa lampau. Lalu, Handi Yawan, lewat kisah Rahasia Matahari mengajak pembaca untuk mengenang kembali kisah The Time Machine perjalanan dengan mesin waktu, menuju masa Mesir Kuno.

Ada dua komikus yang memvisualkan konsep waktu dengan cara menarik yaitu Indiria Maharsi dan Mulyantoro. Kebetulan, karya mereka juga sama-sama memakai judul Waktu. Dalam karyanya, Mulyantoro memberi banyak referensi dan pemahaman tentang soal: waktu. Bahkan, secara menarik ia memvisualkan kisah kelahiran Kala, lewat kisah wayang berjudul Murwakala. Gambar wayang Mulyantoro begitu indah. Gambar Indiria pun di atas rata-rata.

Selain nama yang sudah disebut, komikus lain yang karyanya tampil di waktu adalah Ari purna (Rahasia Legenda Nyi Lanjar), Arieswendha (Asmara Rentang Masa), Damuh Bening (Kunang Kunang), Ajon (Sendhu Seta), Budi Pranowo (Cinta di Batas Waktu), Sungging (Foto Keluarga), Dwi Jink Aspitono (Pulang, cerita Damuh Bening).

Yang menarik dari Waktu, Metha Studio seperti antologi sebelumnya, menggandeng beberapa kreator muda. Sebagian dari mereka adalah debut pertama sebagai komikus. Misalnya saja Damuh Bening yang menggarap Kunang Kunang. Sebuah momen puitik dari sebuah kasih sayang. Seorang bocah wanita, membebaskan seekor kunang-kunang dari jerat laba-laba. Suatu saat, si bocah wanita tersesat ketika mengikuti kegiatan Pramuka di sebuah hutan kala malam menjelang. Di tengah kegundahannya, tiba-tiba saja serombongan kunang-kunang datang, menerangi langkahnya, menuntun menuju jalan pulang. Sebuah cerita simbolis yang kira-kira bermakna: ketika Anda menebar kasih sayang, maka tanpa meminta, Anda akan menerima pula tebaran terang kasih sayang.

Lewat cerita Pulang, yang gambarnya dikerjakan dengan baik oleh Jink, Damuh Bening mengangkat kisah berlatar Bali. Lembar awal melukiskan Putu Langkir, sosok muda, pulang kampung setelah sekian waktu menjadi TKI. Anak muda berjalan, mobil melaju, narasi “Lari saja!”. ‘Halaman pertama’ ini, disimpan untuk kemudian dikuakkan di akhir kisah.

Dalam perjalanan pulang, ia menemui banyak peristiwa. Momen ketika ia memutuskan jadi TKI, kenangan semasa kecil, keindahan di masa remaja, sampai akhirnya ia sampai di rumah. Keluarga tengah berduka rupanya. Seorang anggota keluarga telah tiada. Dan, ternyata jasad itu adalah Putu Langkir. Halaman terakhir ini merupakan jawaban dari halaman awal. “Rupanya, waktuku telah habis saat di pangkalan terakhir tadi” Ternyata, Putu Langkir merupakan korban kecelakaan lalu lintas.

Ini komik puitis yang kepuitisannya dipertajam teks Jink. Jink sanggup membuat ungkapan bahasa yang manis. Lebih manis lagi andai Damuh Bening, sebagai warga Bali, menajamkan kisahnya dengan sebuah lintasan sketsa perubahan sosial yang terjadi di Bali. Kenapa Putu Langkir yang berdiam di sebuah sorga wisata mesti tercerabut dari akarnya sehingga memutuskan jadi TKI? Barangkali dengan sebuah teks yang mengungkapkan problem kemiskinan di Bali, latar kisah akan menjadi makin kuat.

Kisah-kisah lain pun cukup memberi warna. Selanjutnya, kita tunggu antologi berikut Metha Studio yang rencananya berjudul Bunda. Tampaknya, episode Bunda akan lebih kaya karena referensi tentang sosok bunda cukup banyak. Bisa kasih sayang ibu yang rasanya akan banyak digarap atau ibu durhaka semacam Kunti yang membuang anaknya. Bisa juga ibu yang membuang anaknya atau mengeksploitasi anaknya yang banyak terjadi di belantara Jakarta. Kisah yang menjanjikan banyak adegan menyentuh.

Kembang Larangan, 6.2.2011

Sumber: henrykomik.com


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Komik terbitan Metha Studio bisa Anda dapatkan di toko online berikut ini:
- Tokopedia
- Bukalapak
- Lazada